TAWURAN SEBAGAI
AJANG KATARSIS
NURUL AMALIA 271041027
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
SEMESTER GANJIL
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan Karena atas berkah dan rahmatNya lah saya dapat tugas ini
meski dalam waktu yang lumayan lama.
Ucapan
terimakasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada:
1.
Allah SWT yang telah memberikan akal
pikiran dalam membuat makalah ini.
2.
Orang tua saya yang telah memberikan
dorongan, pengertian, dan bantuan baik berupa materi maupun non materi kepada
tim penyusun sehingga laporan ini dapat selesai.
3.
Dosen PKN yang telah memberikan
bimbingan.
Laporan ini saya persembahkan untuk :
1.
Orang tua saya, Terimakasih untuk
bantuannya.
2.
Dosen PKN sebagai tugas saya.
Demikianlah
tugas ini saya buat, tiada gading yang tak retak. Saran yang membangun saya
nantikan demi kesempurnaan tuga ini.
Makassar,
12 November 2012
NURUL
AMALIA
1271041027
DAFTAR
ISI
Sampul…………………………………………………………………………… 1
Kata Pengantar…………………………………………………………………… 2
Daftar Isi…………………………………………………………………………. 3
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang………………………………………………………….. 4
B. Tujuan…………………………………………………………………... 5
C. Manfaat…………………………………………………………………. 6
Bab II Permasalahan
A. Identifikasi Masalah……………………………………………………. 7
B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 8
Bab III Pembahasan Masalah
A. Pengertian……………………………………………………………… 9
B. Faktor Penyebab………………………………………………………. 13
C. Dampak Tawuran……………………………………………………... 16
D. Cara Mengatasi Tawuran……………………………………………… 19
Bab IV Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan…………………………………………………………….. 24
B. Saran…………………………………………………………………… 24
Daftar Pustaka………………………………………………………………….. 25
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tawuran yang sering dilakukan sekelompok remaja
terutama oleh para pelajar seolah tidak lagi menjadi pemberitaan dan
pembicaraan yang asing ditelinga kita. Di Indonesia kususnya di Makassar
tawuran telah menjadi tradisi atau bahkan budaya. Prilaku menyimpang ini
biasanya diakibatkan oleh masalah sepele atau bisa saja disebabka oleh hal-hal
serius yang menjurus pada tindakan bentrok.
Tawuran adalah istilah yang sering digunakan
masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar sebagai perkelahian atau tindak kekerasan
yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat Ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa tawuran merupakan
salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia remaja. Tawuran
sering terjadi di kota-kota besar yang seharusnya memiliki masyarakat dengan
peradaban yang lebih maju.
Remaja yang sering melakukan aksi tawuran tersebut lebih
senang melakukan perkelahian di luar sekolah daripada masuk kelas untuk
kegiatan belajar mengajar. Kerugian yang disebabkan oleh tawuran tidak hanya
menimpa korban dari tawuran saja, tetapi juga mengakibatkan kerusakan di tempat
mereka melakukan aksi tersebut. Tentunya kebanyakan dari para pelaku tawuran
tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan. Biasanya mereka
hanya lari setelah puas melakukan tawuran. Akibatnya masyarakat menjadi resah
terhadap kegiatan remaja.
Dalam istilah tawuran ada paling tidak dua
dimensi yang menentukan maknanya pertama,
dimensi bahwa itu terjadi di antara anak-anak muda, atau seperti disebutkan di
atas, anak-anak sekolah. Artinya, orang-orang yang terlibat di dalamnya adalah
anak-anak, remaja-pemuda, yang masih belum bisa berpikir panjang mengenai bagai
mana sebaiknya perjalanan hidup di dunia ini. Kedua, dalam tawuran ada dimensi
solidaritas sempit, dimana orang-orang di dalam aksi ini tidak semua memahami
apa sebenarnya yang terjadi, yang jelas mereka tahu dan mendengar bahwa mereka
harus menyerang kawasan tertentu. Ketika kawan-kawannya lempar batu ia juga
lempar batu, ketika kawan-kawannya lari mengejar atau lari mundur, ia juga ikut
lari. Artinya, dalam tawuran dimensi tidak tahu apa sesungguhnya yang terjadi
dan mengapa harus terjadi demikian sangat besar.
Banyak mahasiswa yang menjadikan
tawuran sebagai sarana katarsis. Katarsis atau katharsis, dari bahasa Yunani pertama kali diungkapkan oleh
para filsuf Yunani, yang merujuk pada upaya "pembersihan" atau "penyucian" diri, pembaruan rohani dan pelepasan diri dari
ketegangan. Untuk itu , penulis tertarik mengangkat masalah ini.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk dijadikan dasar
pemikiran yang lebih logis untuk para mahasiswa atau pelajar yang sering
tawuran, sehingga mereka mampu memilih dan memilah cara yang baik untuk
beraspirasi agar didengarkan oleh semua kalangan dan tidak mengganggu orang
lain.
C. Manfaat
Dalam pembuatan makalah ini, penyusun
berharap agar makalah ini bermanfaat untuk semua kalangan yang membacanya. Makalah
ini juga bermanfaat sebagai bahan referensi untuk penyusun-penyusun makalah
yang lain dengan tema yang sama yaitu tawuran. Bagi penyusun sendiri makalah
ini bermanfaat sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Kewarganegaraan di
universitas yang pelajar tempati menuntut ilmu sekarang.
BAB
II
PERMASALAHAN
A. Identifikasi
Masalah
Kekerasan sudah dianggap sebagai pemecah
masalah yang sangat efektif yang dilakukan oleh para remaja. Hal ini seolah
menjadi bukti nyata bahwa seorang yang terpelajar pun leluasa melakukan hal-hal
yang bersifat anarkis, premanis, dan rimbanis. Tentu saja perilaku buruk ini
tidak hanya merugikan orang yang terlibat dalam perkelahian atau tawuran itu
sendiri tetapi juga merugikan orang lain yang tidak terlibat secara langsung.
Tawuran pelajar adalah modus baru kejahatan di kota-kota
besar. Mereka bergerombol
atau berkumpul di tempat-tempat keramain (halte, mall-mall, jalan-jalan
protocol) siap mencari lawannya, tetapi tak jarang sasaran mereka justru
pelajar sekolah yang tidak pernah ada masalah dengan sekolahan mereka. Dengan
berpura-pura menanyakan nama seseorang yang mereka cari, dengan beraninya
merampas atau meminta uang dengan paksa
kepada pelajar yang mereka temui. Dengan berbekal senjata tajam, gier, rantai,
alat pemukul mereka siap mencari sasaraan dan melakukan tindak kekerasan.Para
pelajar ini menurunkan kebiasan buruknya kepada adik-adik kelasnya, sementara
mereka sudah naik satu jenjang menjadi mahasiswa. Dengan berbekal pengalaman
tawuran ini, jadilah mahasiswa yang memiliki bibit-bibit kekerasan. Dengan
perkembangan aktivitas kampus, maka mereka-mereka kerap mendompleng nama
reformasi untuk bisa berbuat tindak kekerasan dan memicu terjadinya konflik
dengan aparat keamanan.
Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, mahasiswa tawuran
bukan saja antar kampus tetapi terjadi juga di dalam satu kampus. Ini bisa
terjadi karena kebiasaan buruk mereka sebelum menjadi mahasiswa. Bibit-bibit
kekerasan sudah tertanam begitu dalam sebelum mereka melangkah kejenjang
mahasiswa.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah yang ppenyusun angkat untuk melengkapi makalah ini yaitu:
1.
Pengertian
2.
Apa faktor
penyebab tawuran?
3.
Apa
dampak tawuran?
4.
Bagaimana
cara mengatasi tawuran?
BAB
III
PEMBAHASAN
MASALAH
A. Pengertian
Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian
dari budaya bangsa Indonesia. Sehingga jika mendengar kata tawuran, sepertinya
masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu
menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran antar pelajar saja yang menghiasi
kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara , antar polisi
pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena
yang terjadi di masyarakat kita.
Tawuran antar pelajar maupun tawuran
antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki
selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak
merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan
masyarakat. Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan
geng/kelompoknya. Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan yang
tidak terpuji seperti itu. Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari
masalah yang sangat sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat emosinya
justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan. Pemicu lain biasanya dendam
Dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi para siswa tersebut akan membalas
perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap merugikan seorang
siswa atau mencemarkan nama baik sekolah tersebut. Sebenarnya jika kita mau
melihat lebih dalam lagi, salah satu akar permasalahannya adalah tingkat
kestressan siswa yang tinggi dan pemahaman agama yang masih rendah.
Tawuran adalah perkelahian atau tindak
kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Tawuran” dalam kamus bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan “pelajar”
adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga apabila kita menarik garis
besarnya yaitu perkelahian antar banyak orang yang tugas pelakunya
adalah manusia yang sedang belajar. Ironis memang orang yang sedang belajar
melakukan perkelahian, namun itu kenyataan yang terjadi.
Secara
psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai
salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja,
dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu
situasional dan sistematik.
Pada delikuensi situasional,
perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk
berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk
memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan
pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di
dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan
kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai
anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan oleh
kelompoknya.
Katarsis
merupakan pelepasan ketegangan dan kecemasan dengan jalan melampiaskannya dalam
dunia nyata. Teori katarsis menyatakan bahwa pemberian kesempatan kepada
individu yang memiliki kecenderungan pemarah untuk berperilaku keras (dalam
aktivitas katarsis), tapi dalam cara yang tidak merugikan, akan mengurangi
tingkat rangsang emosional dan tendensi untuk melakukan perilaku agresi.
Sedikit bertentangan dengan teori katarsis, Baron dan Byrne (dalam Hanurawan,
2004) menyatakan bahwa katarsis bukanlah merupakan instrumen yang efektif untuk
mengurangi agresi yang bersifat terbuka. Penelitian Robert Arms dan kawan-kawan
melaporkan bahwa penonton sepak bola gaya Amerika, gulat, dan hoki ternyata
malah semakin menunjukkan sifat kekerasan setelah menonton pertandingan olah
raga itu dibanding sebelum menonton.
Pada
konteks katarsis itu, partisipasi individu dalam aktivitas katarsis non agresi
ternyata hanya memiliki pengaruh yang bersifat sementara terhadap rangsang
emosional dan tendensi berperilaku agresi dalam dirinya. Setelah melewati
jangka waktu tertentu, rangsang dan tendensi itu kemudian akan muncul kembali
apabila individu itu bertemu atau berpikir tentang orang yang sebelumnya
menyebabkan dirinya marah.
Katharsis
berasal dari bahasa yunani yang berarti pembersihan (Purging).Meskipun belum disebut
katharsis, Seorang filsuf Yunani yaitu Aristoteles telah menggunakan konsep
katharsis dalam karyanya untuk menyampaikan emosi akan tragedy kepada
audience-nya. Teori Katharsis pertama kali diperkenalkan pada kisaran awal
tahun 1960 dalam tulisan berjudul The stimulating versus cathartic effect of a
vicarious aggressive activity yang dipublikasikan dalam journal of abnormal
social psychology. Konsep teori ini berdiri diatas psikoanalisa Sigmund freud,
yaitu emosi yang tertahan bias menyebabkan ledakan emosi berlebihan, maka dari
itu diperlukan sebuah penyaluran atas emosi yang tertahan tersebut.Penyaluran
emosi yang konstruktif ini disebut dengan katharsis.
Kehidupan
manusia yang dinamis, mengantarkan manusia pada pola kehidupan yang relative
kompleks dan semakin mendesak manusia berhadapan dengan kenyataan bahwa manusia
memiliki keterbatasan.Kondisi tersebut memicu munculnya rasa frustasi dan
cenderung bersifat agresif.Setiap emosi dan sikap agresif tersebut lambat laun
akan menumpuk dan harsu segera di salurkan. Dalam keadaan tersebut, tidak semua
emosi dan agresi tersebut bias disalurkan secara nyata dan dibutuhkan satu cara
aman untuk pelampiasan atau penyaluran. Katharsis yang merupakan penyaluran
emosi dan agresi yang bias berupa kekesalan, kesedihan, kebahagiaan, impian dan
lainnya ini dilakukan dengan pengalaman wakilan (Vicarious experience) seperti
mimpi, lelucon, fantasi atau khayalan. Dalam konteks ini, seseorang tidak
melakukan penyaluran emosi dan agresi-nya secara nyata oleh individu tersebut,
melainkan dilakukan hanya melihat atau membayangkan sesuatu tersebut dilakukan,
atau dengan istialah lain yaitu pengalaman wakilan. Seperti contoh seorang remaja
sambil mendengarkan musik Rock favoritnya, membayangkan dirinya menjadi seorang
bintang musik Rock yang sedang pentas dihadapan ribuan penonton.Atau contoh
lainnya seorang ibu yang menonton sebuah serial TV yang menggambarkan sosok
seorang anak yang baik dan berbakti pada orang tuanya, ibu tersebut merasa
tenang dan merasa puas karena emosinya tersalurkan, meskipun dalam kenyataannya
ibu tersebut tidak memiliki anak yang baik tersebut.
Penyaluran
emosi dan agresi tersebut, terkadang didasari oleh sebuah tragedy atau
peristiwa yang pernah menimpa seseorang dimasa lalu dan menimbulkan rasa
trauma. Contohnya, Warga Indonesia yang jenuh melihat kondisi kehidupan
Indonesia dengan segala warna kecurangan, korupsi serta tindak ketidak adilan
yang dilakukan oleh pemrintah dan polisi, merasa senang dan emosi serta
agresinya tersebut tersalurkan ketika menonton film India, yang menceritakan
tentang kepahlawanan seorang inspektur polisi membasmi koruptor dan polisi
jahat. Musik, film, gambar, peristiwa merupakan contoh dari efek katarsis
tersebut.
B. Faktor
Penyebab Tawuran
a. Faktor Internal
Faktor internal ini terjadi didalam
diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui proses internalisasi diri
yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan disekitarnya dan semua pengaruh
yang datang dari luar. Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak mampu
melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks. Maksudnya, ia tidak dapat
menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai
keberagaman lainnya yang semakin lama semakin bermacam-macam. Para remaja yang
mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya
tanpa berpikir terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu,
ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki andil dalam terjadinya
perkelahian. Mereka biasanya mudah friustasi, tidak mudah mengendalikan diri,
tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya. Seorang remaja biasanya
membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-orang
sekelilingnya.
b. Faktor Eksternal
Faktor
eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yaitu :
1.
Faktor Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari
orangtua diterapkan. Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang
dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi remaja maka ia akan
terbiasa melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan yang datang dari
keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga juga bisa menjadi penyebab
kekerasan yang dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan
rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik
dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa
remaja. Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994).
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab
kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure
teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997). Berdasarkan hasil penelitian
ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak
berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari,
1997). Jadi disinilah peran orangtua sebagai penunjuk jalan anaknya untuk
selalu berprilaku baik.
2. Faktor Sekolah
Sekolah tidak hanya untuk menjadikan para siswa pandai
secara akademik namun juga pandai secara akhlaknya . Sekolah merupakan wadah
untuk para siswa mengembangkan diri menjadi lebih baik. Namun sekolah juga bisa
menjadi wadah untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya
kualitas pengajaran yang bermutu. Contohnya disekolah tidak jarang
ditemukan ada seorang guru yang tidak memiliki cukup kesabaran dalam mendidik
anak muruidnya akhirnya guru tersebut menunjukkan kemarahannya melalui
kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru oleh para siswanya. Lalu disinilah peran
guru dituntut untuk menjadi seorang pendidik yang memiliki kepribadian yang
baik.
3.
Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi
perilaku remaja. Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik
akan menjadikan remaja tersebut ikut menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering
remaja lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para remaja. Hal ini
membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak adanya kegiatan yang dilakukan untuk
mengisi waktu senggang oleh para pelajar disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan
tawuran.
Tak jarang
disebabkan oleh saling mengejek atau bahkan hanya saling menatap antar sesama
pelajar yang berbeda sekolahan. Bahkan saling rebutan wanita pun bisa menjadi
pemicu tawuran. Dan masih banyak lagi sebab-sebab lainnya.
1. Tawuran
antar pelajar bisa terjadi karena ketersinggungan salah satu kawan, yang di
tanggapi dengan rasa setiakawan yang berlebihan.
2. Permasalahan
yang sudah mengakar dalam artian ada sejarah yang menyebabkan pelajar-pelajar
dua sekolah saling bermusuhan.
3. Jiwa
premanisme yang tumbuh dalam jiwa pelajar.
C. Dampak
Tawuran
Jelas
bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat
kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan
keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif
pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum
seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca
toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir,
mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya
penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang
lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif
untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja
agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi
jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
1. Kerugian fisik, pelajar yang ikut
tawuran kemungkinan akan menjadi korban. Baik itu cedera ringan, cedera berat,
bahkan sampai kematian
2. Masyarakat sekitar juga dirugikan. Contohnya :
rusaknya rumah warga apabila pelajar yang tawuran itu melempari batu dan
mengenai rumah warga
3. Terganggunya proses belajar mengajar.
4. Menurunnya moralitas para pelajar
5. Hilangnya perasaan peka, toleransi,
tenggang rasa, dan saling menghargai
Penyimpangan seperti tawuran antar pelajar, menjadi
kerusuhan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang tidak bisa disebut sebagai
kenakalan remaja, namun sudah menjadi tindakan kriminal. Yang menjadi
pertanyaan, adalah bagaimana bisa seorang pelajar tega melakukan tindakan yang
ekstrem sampai menyebabkan hilangnya nyawa pelajar lain hanya karena
masalah-masalah kecil?
Tawuran antar pelajar bisa terjadi antar pelajar
sesama satu sekolah, ini biasanya dipicu permasalahan kelompok, cenderung
akibat pola berkelompok yang menyebabkan pengkelompokkan berdasarkan hal-hal
tertentu. Misalnya, kelompok anak-anak nakal, kelompok kutu buku, kelompok
anak-anak kantin, pengkelompokan tersebut lebih akrab dengan sebutan Gank.
Namun, ada juga tawuran antar pelajar yang terjadi antara dua kelompok beda
sekolah.
Tawuran dapat menyebabkan
trauma pada para siswa yang menjadi korban, merusak mental para generasi muda, dan menurunkan
kualitas pendidikan di Indonesia. Sudah sangat jelas bahwa perkelahian antar pelajar sangat
merugikan berbagai pihak paling tidak ada empat kategori yang terkena dampak
langsung dari perkelahian antar pelajar :
1.
Pelajar
(dan keluarganya). Karena merekalah yang terkena dampak langsung dari tawuran
bila mngalami luka atau sampai tewas. Bahkan kalau selamat tetap ada beban
psikologis bagi mereka.
2.
Rusaknya
fasilitas umum. Karena tawuran biasanya terjadi di jalan-jalan umum bukan di lapangan
sepakbola, tentu sedikit banyaknya mereka merusak fasilitas umum seperti halte,
bus atau yang lainnya.
o
Terganggunya
proses belajar.
o
Berkurangnya
penghargaan terhadap sifat-sifat kemanusiaan
Dengan kerugian tersebut sudah
sewajarnya semua elemen masyarakat dan pemerintahan termasuk di dalamnya aparat
keamanan terus berupaya untuk mecegah terjadinya tawuran massal.
D. Cara mengatasi Tawuram
Menurut Kartini Kartono. Dia menyebutkan
bahwa untuk mengatasi tawuran antar pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya
adalah:
a. Banyak
mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan melakukan koreksi
terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak menuntun
b. Memberi
kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat.
c. Memberikan
bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman
sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja.
Teori
yang kedua adalah dari Dryfoos, dia menyebutkan untuk mengatasi tawuran pelajar
atau kenakalan remaja pada umumnya harus diadakan program yang meliputi
unsur-unsur berikut :
a. Program
harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus pada kenakalan.
b. Program
harus memiliki komponen-komponen ganda, karena tidak ada satu pun komponen yang
berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yang dapat memerangi kenakalan.
c. Program harus sudah dimulai sejak awal masa
perkembangan anak untuk mencegah masalah belajar dan berperilaku
d. Sekolah
memainkan peranan penting
e. Upaya-upaya
harus diarahkan pada institusional daripada pada perubahan individual, yang
menjadi titik berat adalah meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak yang
kurang beruntung
f. Memberi
perhatian kepada individu secara intensif dan merancang program unik bagi
setiap anak merupakan faktor yang penting dalam menangani anak-anak yang
berisiko tinggi untuk menjadi nakal.
Manfaat
yang didapatkan dari suatu program sering kali hilang saat program tersebut
dihentikan, oleh karenanya perlu dikembangkan program yang sifatnya
berkesinambungan.
Cara
lain untuk mengatasi tawuran antara pelajar yaitu:
1. Para Siswa wajib diajarkan dan
memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaiannya
dengan menggunakan kekerasan.
2. Lakukan komunikasi dan pendekatan
secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.
3.
Pengajaran
ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan
bukan untuk menyakiti orang lain.
4.
Ajarkan
ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk pelajar
khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.
5.
Tindakan
kekerasan pasti akan menular, Pihak yang berwenang haruslah tegas memberikan
sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.
Sebenarnya ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk memberantas tawuran
pelajar dari muka bumi indonesia, yaitu seperti :
1.
Membuat Peraturan Sekolah Yang Tegas
Bagi siswa
siswi yang terlibat dalam tawuran akan dikeluarkan dari sekolah. Jika semua
siswa terlibat tawuran maka sekolah akan memberhentikan semua siswa dan
melakukan penerimaan siswa baru dan pindahan. Setiap pelajar siswa siswi harus
dibuat takut dengan berbagai hukuman yang akan diterima jika ikut serta dalam
aksi tawuran. Bagi yang membawa senjata tajam dan senjata khas tawuran lainnya
juga harus diberi sanksi.
2.
Memberikan Pendidikan Anti Tawuran
Pelajar
diberikan pemahaman tentang tata cara menghancurkan akar-akan penyebab tawuran
dengan melakukan tindakan-tindakan tanpa kekerasan jika terjadi suatu hal,
selalu berperilaku sopan dan melaporkan rencana pelajar-pelajar badung yang
merencanakan penyerangan terhadap pelajar sekolah lain. Jika diserang diajarkan
untuk mengalah dan tidak melakukan serangan balasan, kecuali terpaksa.
3.
Memisahkan Pelajar Berotak Kriminal dari Yang Lain
Setiap
manusia memiliki sifat bawaan masing-masing. Ada yang baik, yang sedang dan ada
yang kriminil. Daripada menularkan sifat jahatnya kepada siswa yang lain lebih
baik diidentifikasi dari awal dan dilakukan bimbingan konseling tingkat tinggi
untuk menghilangkan sifat-sifat jahat dari diri siswa tersebut. Jika tidak bisa
dan tetap berpotensi tinggi membahayakan yang lain segera keluarkan dari
sekolah.
4.
Kolaborasi Belajar Bersama Antar Sekolah
Selama ini
belajar di sekolah hanya di situ-situ saja sehingga tidak saling kenal mengenal
antar pelajar sekolah yang satu dengan yang lainnya. Seharusnya ada kegiatan
belajar gabungan antar sekolah yang berdekatan secara lokasi dan memiliki
kecenderungan untuk terjadi tawuran pelajar. Dengan saling kenal mengenal
karena sering bertemu dan berinteraksi maka jika terjadi masalah tidak akan
lari ke tawuran pelajar, namun diselesaikan dengan cara baik-baik.
5
Membuat Program Ekstrakurikuler Tawuran
Diharapkan
setiap sekolah membuat ekskul konsep baru bertema tawuran, namun tawuran
pelajar yang mendidik, misalnya tawuran ilmu, tawuran olahraga, tawuran otak,
tawuran dakwah, tawuran cinta, dan lain sebagainya yang bersifat positif.
Tawuran-tawuran ini sebaiknya bukan bersifat kompetisi, tetapi bersifat saling
mengisi dan bekerjasama sehingga bisa bergabung dengan ekskul yang sama di
sekolah lain.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Tawuran bukanlah jalan keluar untu menyelesaikan masalah, banyak hal
positif yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Tawuran bukanlah
sarana katarsis sebab katarsis memiliki dampak negatif yang jauh lebih banyak
dari dampak positifnya.
B.
SARAN
Saya
berharap agar mahasiswa tidak melakukan tawuran, banyak cara untuk beraspirasi
dengan baik. Saya juga berharap kritikan dan saran yang membangun untuk makalah
ini. Sekian dan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA