Sabtu, 26 November 2011

Guruku Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Y. Suhartono (Guru dalam Tinta Emas, 2006: IX) menjelaskan bahwa kita bisa membaca dan menulis, guru yang mengajarkan, kita dapat menduduki jabatan tertentu, guru jugalah yang menghantarkannya, kita bisa berkreasi atau berwirausaha, tetap gurulah yang mempunyai andil besar. Tanpa guru kita tidak dapat seperti sekarang ini.
Di zaman ini yang dibutuhkan bukan sekadar sanjungan, pujian atau gelar, lebih pada perhatian dan penghargaan atas suatu pengabdian yang begitu luar biasa. Sangat ironis, guru yang merupakan profesi mulia hanya diberi gelar ‘pahlawan tanpa tanda jasa”, padahal gurulah yang mengantarkan manusia-manusia Indonesia menuju kepada keberhasilannya. Ibaratnya pengorbanan dan jerih payah para guru tidak dapat tergantikan, bahkan dengan penghargaan sekalipun.
Begitu besar peran seorang guru dalam kehidupan. Namun, ketika seseorang sudah berhasil meraih impian, maka orang tersebut akan melupakan jasa-jasa guru. Ketika murid-muridnya telah berhasil menjadi presiden, gubernur, pengusaha, atau apa pun, guru tetaptah guru dengan gaji yang pas-pasan.
Gaji rendah, minimnya tunjangan, dan kurangnya pemerataan fasilitas bagi guru merupakan beberapa contoh kurangnya tanda jasa yang pemerintah berikan pada mereka. Padahal gurulah yang membuka wawasan selain orang tua. Di tangan seorang gurulah tercetak orang-orang hebat, generasi penerus bangsa.
Bila guru tidak diperhatikan dengan baik, maka negeri ini akan semakin terpuruk. Keceriaan para guru menjadi keceriaan bangsa ini. Dengan hanya dianugerahi gelar tanpa tanda jasa, para guru dengan tulus mendedikasikan seluruh hidupnya demi kemajuan pendidikan dan bangsa Indonesia. Apalagi, bila pemerintah sungguh-sungguh memperhatikan nasib para guru, bukan tidak mungkin jika Indonesia akan menjadi bangsa tercerdas di dunia.
Sudah saatnya gelar guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa diubah menjadi “pahlawan dengan sejuta tanda jasa”.
Diposkan oleh Goresan Pena Nurul Amalia di 22:51 0 komentar

2 komentar: